Aisyah, The True Beauty

Judul Buku         : Aisyah, The True Beauty
Penulis                 : Sulaiman an-Nadawi
Alih Bahasa        : Ghozi M.
Penerbit              : Pena Pundi Aksara, Jakarta
Tahun                   : Cet. III, Desember 2011
Tebal                    : 468 hlm.
Sosok sayyidati Aisyah merupakan seorang yang tidak asing lagi di telinga kita. Ia dikenal sebagai ummul mukminin, ibunda kaum mukmin. Ia punya banyak kontribusi dalam perkembangan keilmuan islam. Sayyidati Aisyah ikut andil besar dalam periwayatan hadits nabi. Tercatat 2.210 hadits yang telah ia riwayatkan. Jumlah ini sangat besar dibandingkan jumlah hadits yang diriwayatkan ayahnya , Abu Bakar as-Shiddiq, meskipun Abu Bakar sendiri menjadi orang yang pertama kali masuk islam.
Dibalik kebesaran dan cermilang prestasinya dalam kajian islam, Sulaiman an- Nadawi mencoba membuka tabir kehidupan yang jarang diketahui banyak orang. Kebanyakan orang menyebut  Aisyah dijuluki Humaira (putih dan cantik). Namun menurut an-Nadawi hadits yang menyebut Aisyah dengan julukan Humaira tidak ada yang shahih. Nabi malah lebih sering memanggilnya dengan Bintus Shiddiq.
Aisyah dinikahi Nabi pada masa usia 6 tahun. Secara fisik, tubuhnya berkembang dengan cepat. Sekalipun ibunda mukminin telah dinikahi seorang Nabi, sifat kekanak-kanakannya masih nampak dalam perilaku kesehariannya. Aisyah pernah bermain boneka dengan teman-teman sebayanya. Kedatangan Rasulullah membuat teman-teman sebayanya pergi. Namun Rasulullah malah memanggil mereka untuk terus bermain.
Mengamati pernikahan Nabi dengan Sayyidatina Aisyah, tentu sebagian orang akan mengerenyutkan dahi dan bertanya mengapa Nabi yang telah berumur 50 tahun mau menikahi gadis yang berumur 6 tahun? Dalam buku inilah An-Nadawi mencoba menjawab komentar miring dengan menggunakan argumen yang cukup mempuni.
Fase sejarah kehidupan Aisyah yang cukup seru bisa dibaca setelah ia membangun rumah tangga bersama Rasulullah. Hidupnya tak sepenuhnya disirami cinta, kasih sayang dan manja. Ia harus menghadapi konflik, fitnah, perselingkuhan, dan kecemburuan yang banyak menghiasi perjalanan panjang seorang yang dikenal harum namanya. Hadits al-ifki (gosip perselingkuhan Aisyah dan Shafwan) menjadi kejadian yang tak pernah terlupakan dan meracuni romantisme rumah tangganya. Rumah tangga Aisyah dan Rasulullah yang susah payah dibangun dengan cinta, sayang dan kasih dalam sekejap luluh lantak. Wanita yang baru menginjak umur labil , 14 tahun tak seharusnya menghadapi situasi yang seperti ini. Ia dikucilkan dan mengucurkan air mata sepanjang siang malam meratapi nasib yang dideritanya. Bahkan dalam hatinya terbersit untuk menceburkan diri ke dalam sumur karena begitu berat musibah yang harus ia pikul. Nabi sebagai suami yang ia harap menjadi selimut ketenangan pada kondisi yang demikian malah sibuk melerai gosip dan desas-desus yang telah menyebar ke penjuru Madinah.
Kaum Syi’ah mencoba memancing di air keruh dengan menjadikan Aisyah target cacian dan makian. Dalam doktrin Syi’ah, Aisyah dianggap wanita pelacur dan akan masuk neraka yang paling dalam. Syi’ah juga menyebut ahlu bait, sayyidina Ali tidak percaya lagi pada Aisyah. Sayyidina Ali mengusulkan Nabi untuk menceraikan Aisyah jika ia merintangi dakwah karena wanita di Arab tidak hanya Aisyah. Konflik antara mertua dan menantu itu berlanjut saat Aisyah berperang melawan Ali saat perang Jamal. An-Nadawi menjelaskan peristiwa tersebut secara detail. An-Nadawi juga memaparkan bukti bagaimana baiknya hubungan antara Aisyah dan Ali setelah peristiwa hadits al-ifki dan perang Jamal.
Aisyah dalam buku An-Nadawi tidak digambarkan sebagai wanita paling cantik. Kecantikannya kalah dengan Zainab, Juwairiyah dan Shafiyah. Istri pantas cemburu jika ada istri lain yang punya kelebihan. Aisyah sering terbakar api cemburu dengan Shafiyah yang dikenal cantik jelita dan pintar memasak. Ia juga pernah mengatai Shafiyah yang berpostur pendek di depan Rasulullah.
Selain dikenal dengan ahli hadits, ia dikenal sebagai mujtahid dikalangan sahabat. Banyak sekali pendapat sahabat yang ditentang Aisyah. Dan pendapat Aisyah inilah yang banyak dianut para imam madzhab. An-Nadawi menjelenterehkan pendapat Aisyah yang kontras dengan sahabat senior lainnya. Namun ada beberapa ijtihad Aisyah yang agaknya dinilai janggal. Saking hati-hatinya dengan masalah hijab, bila ada ada seorang murid laki-laki yang ingin menemuinya, ia akan menyuruh salah satu kerabat perempuannya untuk membiarkan air susunya diminum oleh murid laki-laki tersebut. Setelah itu, murid laki-laki akan mendapat status sama seperti cucu susuan Aisyah. Aisyah bebas menemuinya lazimnya hubungan mahram. Padahal dalam fikih, hubungan persusuan bisa sah apabila anak yang disusu berumur kurang dari dua tahun.
Salah satu ijtihadnya yang berbeda dari kebanyakan ulama adalah mengenai sebab diperbolehkannya qasar shalat. Menurut Aisyah, kompensasi qasar shalat hanya boleh dilakukan jika dalam peperangan, bukan saat bepergian biasa.

Related product you might see:

Share this product :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Zunavi Collection - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger